Get Motivate – Empati sering disebut sebagai kualitas yang wajib dimiliki oleh seorang wakil rakyat. Kehadiran mereka di kursi legislatif bukan hanya untuk membuat aturan, tetapi juga menjadi jembatan antara aspirasi masyarakat dengan kebijakan negara.
Namun, di tengah harapan tinggi tersebut, publik kerap menilai para pejabat justru kurang menunjukkan kepedulian terhadap kesulitan warga.
Alasan Mengejutkan Mengapa Empati Penting bagi Wakil Rakyat
Berdasarkan informasi yang kami kutip dari media Kompas, menurut Psikolog Klinis Yustinus Joko Dwi Nugroho, M.Psi., bisa dipahami dari berbagai sisi, mulai dari faktor sosial hingga pengaruh budaya politik.
Empati yang seharusnya menjadi dasar pelayanan publik terkadang terkikis oleh kondisi yang membentuk perilaku para pejabat.
Berikut dibawah ini Alasan Mengejutkan Mengapa Empati Penting bagi Wakil Rakyat:
Perbedaan Sosial-Ekonomi dengan Rakyat
Salah satu hal yang paling mencolok adalah jarak sosial dan ekonomi antara wakil rakyat dengan masyarakat yang mereka wakili.
Banyak legislator hidup dalam kenyamanan finansial yang tidak semua orang bisa rasakan. Kondisi ini membuat mereka berpotensi kehilangan sensitivitas terhadap kesulitan warga, terutama kelompok dengan penghasilan rendah.
Menurut Joko, wakil rakyat yang berasal dari latar belakang sederhana biasanya lebih mampu merasakan penderitaan rakyat karena mereka pernah berada pada posisi tersebut.
Sebaliknya, bagi yang sudah lama berada di zona nyaman, kemampuan untuk merasakan beban orang lain bisa menurun.
Hal inilah yang kemudian menimbulkan kesan bahwa mereka semakin jauh dari empati.
Rutinitas Birokrasi dan Formalitas Jabatan
Selain faktor ekonomi, sistem birokrasi ini juga kerap membuat pejabat terjebak dalam rutinitas administratif.
Alih-alih berinteraksi langsung dengan masyarakat, banyak waktu mereka tersita oleh urusan protokoler, rapat, atau aturan formal.
Status jabatan yang melekat, misalnya kewajiban memiliki fasilitas kendaraan dinas dengan standar tertentu, juga menciptakan jarak tambahan.
Ketika standar formal lebih diutamakan dibanding kebutuhan rakyat, maka keputusan yang diambil cenderung lebih objektif secara administratif, tetapi minim sentuhan empati.
Joko mengingatkan, bila orientasi semacam ini dibiarkan, bukan tidak mungkin akan membuka celah perilaku menyimpang, termasuk korupsi.
Hal itu terjadi karena pejabat lebih sibuk memenuhi standar jabatan daripada mendengarkan suara rakyat.
Kepentingan Politik dan Privilege Kekuasaan
Faktor lain yang tidak kalah penting adalah kepentingan politik dan privilege yang melekat pada posisi seorang pejabat.
Budaya dalam lingkar kekuasaan sering kali menuntut mereka untuk mengikuti arus kelompok.
Fenomena pejabat berjoget di tengah situasi sulit yang dihadapi masyarakat menjadi salah satu contoh konkret.
Menurut Joko, sebagian pejabat mungkin merasa tidak enak jika menolak ajakan kolega, sehingga ikut-ikutan meski tindakannya dianggap tidak berempati.
Privilege dan kehormatan yang mereka miliki juga membuat mereka cenderung menjaga kenyamanan pribadi ketimbang mempertimbangkan perasaan masyarakat luas.
Menjaga Empati sebagai Modal Sosial
Kehilangan empati dari wakil rakyat tentu berdampak serius pada kepercayaan publik. Padahal, empati adalah fondasi penting dalam membangun komunikasi dua arah antara pemerintah dan rakyat.
Tanpa empati, kebijakan yang dibuat berisiko tidak relevan dengan kebutuhan masyarakat yang hanya mengandalkan motivasi untuk diri sendiri demi bisa hidup layak.
Untuk itu, penting bagi pejabat publik untuk terus menjaga kedekatan dengan warga, mendengarkan aspirasi secara langsung, dan mengingat kembali bahwa mereka dipilih bukan hanya untuk mengatur, tetapi juga melayani.
Dengan empati yang terjaga, wakil rakyat dapat menghadirkan kebijakan yang lebih manusiawi dan benar-benar menyentuh kehidupan rakyat banyak.